Jurnal Hari

Mendaki Gunung Lawu Jalur Candi Cetho

Gunung Lawu sudah lama masuk dalam wish list pendakian saya. Dari cerita-cerita yang beredar, pemandangannya luar biasa indah. Bulan September 2025 akhirnya saya mendapat kesempatan mewujudkannya. Aku akan mendaki bersama istri, sepupu, dan teman-teman kantor, total 7 orang dari Jogja.

Drama Sebelum Berangkat

Drama kecil sudah terjadi sejak pagi keberangkatan. Copi hampir saja gagal ikut karena penjaga kos tidak bisa dihubungi untuk membuka pintu pukul 4.30 pagi. Deg-degan seperti senam jantung, kami menunggu kabar dengan cemas. Untungnya ia berhasil keluar dan mengejar KRL dari stasiun berikutnya. Sejak momen itu saya yakin perjalanan ini akan penuh cerita.

Perjalanan Menuju Basecamp

Kami tiba di Stasiun Palur pukul 6.30, di mana mobil jemputan sudah menunggu—APV krem yang pas untuk tujuh orang dan carrier. Sopir dengan sigap menata barang bawaan. Sebelum ke basecamp, kami mampir sebentar di swalayan Karanganyar untuk membeli perbekalan. Rian dengan santainya membeli setengah buah melon, entah bagaimana cara membawanya ke atas gunung.

Cuaca cerah dan perjalanan lancar. Pukul 7.45 kami sampai di BC Exotisme Lawu. Cukup surprise dengan keandalan APV yang bisa dengan mantap melewati tanjakan Candi Cetho yang curam. Setelah mengisi form registrasi pendakian—termasuk data diri, emergency contact, serta daftar perlengkapan—sebagian teman sarapan dan membeli bekal nasi bungkus. Selesai repacking, kami lanjut ke pos registrasi di Candi Cetho. Biaya masuk 20 ribu per orang, SIM saya ditinggal di pos. Setiap rombongan diberi selembar peta petunjuk jalan lengkap dengan estimasi waktu dan keterangan setiap pos. Tepat pukul 9.30 kami mulai pendakian.

Hari Pertama: Menuju Pos 5

Pendakian ini tidak bisa dibilang mudah, apalagi bagi beberapa teman yang baru pertama kali naik gunung 3.000 meter. Dengan beban sekitar 15 kilo, kami berjalan 8 jam hingga sampai di Pos 5 (Bulak Peperangan). Angin kencang, hawa dingin, dan gelap menyambut kedatangan kami di camp area, baru selepas maghrib kami tiba di sana. Rasa lelah dan ragu sempat muncul, tetapi tawa dan dukungan teman membuat langkah terasa ringan.

Hari Kedua: Menuju Puncak

Pukul 3.30 dini hari kami bangun dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju puncak. Momen paling berkesan bagiku adalah ketika menapakkan kaki di sabana besar (setelah melewati Gupakan Menjangan). Hamparan rumput berwarna emas di atas ketinggian 3.000 meter membuat saya terdiam, bahkan terharu. Semua rasa letih seakan terbayar lunas.

Tiga jam kemudian, kami akhirnya tiba di puncak Lawu dengan cuaca cerah. Kebahagiaan itu sulit digambarkan: kami saling memberi selamat, tertawa, dan menikmati pemandangan luas—sabana, lautan awan, hingga kota di sisi timur yang terlihat jelas dari ketinggian.

Pendakian Lawu bukan hanya soal mencapai puncak. Ia adalah perjalanan kebersamaan, penuh cerita, perjuangan, dan kenangan yang akan saya simpan seumur hidup.


Catatan Praktis