Lesson Learned Beli Tanah
Aku punya pengalaman mendampingi orang tua membeli sebidang tanah. Prosesnya ternyata tidak cuma soal harga dan lokasi — tapi juga administratif yang lebih kompleks dari yang dibayangkan. Di sini aku coba rangkum pelajaran yang aku dapat + fakta hukum biar kamu juga siap sebelum membeli tanah.
✅ Pengalaman & Pelajaran dari Lapangan
- Kepemilikan harus jelas: jika pemilik tanah sudah almarhum, pewarisan harus diurus dulu (ini perlu surat kematian, surat ahli waris, akta pembagian warisan jika ada banyak ahli waris) agar sertifikat bisa dialihkan secara sah. Mengurus pewarisan adalah satu pekerjaan yang membutuhkan waktu tersendiri.
- Memastikan sertifikat: idealnya satu area tanah tercatat dalam satu sertifikat. Memecah sertifikat (pecah bidang tanah) berarti perlu pengukuran ulang, pengurusan ke BPN, dan biaya + waktu ekstra.
- Lokasi tanah dan domisili pemilik: jika pemilik atau ahli waris tinggal jauh, koordinasi dokumen & proses akan makin lambat dan kompleks.
- Tanah sawah perlu proses pengeringan untuk bisa dialih fungsikan ke pekarangan. Dan di sisi hukum, penting untuk cek zonasi di Dinas Tata Ruang / BPN — apakah diperbolehkan untuk mengubah fungsi lahan pertanian ke pekarangan. Di Bantul saat itu ada kawasan yang ditetapkan sebagai zona hijau, kawasan itu ditetapkan sebagai lahan sawah dan untuk membuat sertifikat pekarangan harus menyesuaikan kebijakan terbaru tentang zonasi. Ini perlu menunggu waktu cukup lama.
- Akses listrik: lihat apakah sudah ada jaringan listrik di area tersebut. Jika jaringan listrik belum tersedia, biaya pemasangannya bisa besar, pemilik tanah harus membuat sambungan dari jaringan terdekat dan juga mengurus izin dari PLN daerah. Ini artinya tambahan biaya untuk hibah infrastruktur seperti tiang dan kabel listrik.
- Segera urus semua dokumen karena aturan atau kebijakan bisa berubah — misalnya zonasi, tarif pengukuran, peraturan daerah.
⚖️ Fakta Regulasi & Praktik yang Perlu Dipahami
Berikut beberapa hal berdasarkan regulasi / praktik di Indonesia:
- Pecah sertifikat tanah: dilakukan melalui BPN, bisa melalui PPAT atau notaris. Syaratnya antara lain: formulir permohonan, identitas (KTP/KK), sertifikat asli, surat kuasa jika dikuasakan, site plan/rencana tapak, dan dokumen lain sesuai ketentuan kantor pertanahan setempat.
- Biaya dan waktu pemecahan sertifikat: biaya administrasi pendaftaran pemecahan sertifikat sekitar Rp 50.000 per bidang tanah di banyak daerah. Waktu proses biasanya beberapa minggu hingga beberapa bulan tergantung dokumen lengkap dan lokasi.
- Peralihan hak atas tanah melalui pewarisan: sudah diatur dalam Pasal 42 PP No. 24 Tahun 1997. Ahli waris harus menyiapkan surat kematian, surat keterangan ahli waris, akta pembagian waris jika ada, dan mendaftarkan peralihan hak ke BPN
⚠️ Hal-hal yang Masih Perlu Dicek / Mungkin Tidak Selalu Sesuai
- Tidak semua daerah memiliki regulasi yang sama terkait pemanfaatan lahan sawah → “pengeringan” dan perubahan fungsi lahan tergantung zonasi dan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah / dinas tata ruang.
- “Domisili sama” atau “domisili sementara” agar bisa mengurus tanah bukanlah ketentuan umum di regulasi nasional — bisa berbeda antar daerah.
💡 Kesimpulan & Rekomendasi
Berdasarkan pengalaman dan regulasi:
- Pastikan sertifikat tanah, kepemilikan, pewarisan dan dokumen lain sudah jelas sebelum membeli. Hindari membeli tanah tanpa verifikasi hak kepemilikan sebelumnya.
- Jika akan memecah sertifikat, pahami bahwa ada proses pengukuran, biaya dan waktu tambahan.
- Periksa zonasi dan peraturan tata ruang setempat agar perubahan fungsi lahan bisa diperbolehkan.
- Gunakan PPAT / notaris yang terpercaya bila perlu agar dokumen lengkap, legal dan lebih aman.
- Jangan tunda proses administratif seperti pewarisan atau balik nama — karena bisa menjadi sumber masalah di kemudian hari.
Semoga pengalaman dan fakta di atas membantu kamu agar membeli tanah tidak menjadi beban administratif yang berlarut-larut. 😊